Oleh Miftakhul Huda*
Adalah Soepomo ahli hukum adat dan Internasional yang populer sebagai arsitek UUD 1945 atau UUD Proklamasi. Perannya sangat penting, karena ia sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai), Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar (UUD), dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Linkai). Perdebatan dalam sidang BPUPKI, tokoh ini kali pertama mengenalkan staatsidee, dasar apa negara mau didirikan dengan tawaran“negara kekeluargaan”.
Soepomo selalu disandingkan Soekarno berhadapan dengan gagasan Yamin dan Hatta. Selain cita negara, “Penjelasan Tentang UUD 1945” yang dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II (Tahun 1946) No.7 tidak ditetapkan PPKI menimbulkan problem tersendiri. Soepomo diyakini menurut banyak ahli, sebagai penyusun Penjelasan tersebut. Pasca Dekrit Presiden, UUD Proklamasi kembali dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1959 No.75.. Pendapat akhirnya terbelah menjadi dua, yaitu kelompok yang memandang penjelasan bagian UUD 1945 dan pendapat Penjelasan hanya merupakan komentar tidak resmi.
Akhirnya selesai sudah status Penjelasan pasca dekrit Presiden dengan MPR menetapkan UUD 1945 hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal III Aturan Tambahan Perubahan Keempat UUD 1945). Ahli hukum ini sejatinya banyak ditentang, namun pada sisi lain gagasannya langsung atau tidak langsung masih menjadi kiblat dalam menyusun konstitusi yang pernah berlaku, termasuk di dalam MPR yang masih menguatkan norma penjelasan dalam materi muatan konstitusi dalam Perubahan UUD 1945 (1999-20002).
UUDS 1950 tujuan utamnya adalah kembali ke negara kesatuan. Hatta dalam “Menuju Negara Hukum”, menyatakan robohnya negara Republik Indonesia Serikat disebabkan oleh beberapa negara bagian yang dahulunya masuk B.F.O. menyatukan dirinya dengan negara RI, karena mereka beranggapan negara-negara bagian dibentuk oleh Van Mook, sedangkan negara RI dibangun pemimpin dan rakyatnya sendiri. Tentara kolonial Belanda sebelum dipulangkan ke negerinya juga mempengaruhi pemimpin dan rakyat di Indonesia Timur untuk lepas dari RIS. Kondisi ini politik ini mempengaruhi penggantian hukum tertinggi dari Konstitusi RIS menjadi UUDS 1950.
Buku Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, Dengan Sekedar Tjatatan dan Keterangan Dibawah Tiap-tiap Pasal Menurut Pendjelasan dan Djawaban Pemerintah Kepada Parlemen R.I.S ini berbeda nasib dengan Penjelasan yang selama ini menimbulkan kontroversi. Usaha memberikan catatan pasal sangat penting, sebab Soepomo adalah ketua panitia bersama yang dibentuk Pemerintah RIS dan Pemerintah RI untuk merancang UUD di dalam garis-garis besar yang ditetapkan dengan piagam itu. Selain itu, Sopomo adalah Menteri Kehakiman RIS. Tafsir pelaku sejarah sangat dibutuhkan untuk mengetahui maksud pembentukan dan dasar norma-norma dilahirkan. Komentar Soepomo ini berdasarkan jawaban pemerintah RIS dan pemerintah RI di hadapan Badan Pekerja KNIP, dan DPR serta senat RIS. Catatan penting untuk memahami asbabul wurud-nya dan maksud dibentuk dan dirumuskan pasal-pasal (original intent) UUDS 1950. Dengan memahami original intent, legislator dan para penyelenggara negara bisa menerjemahkan nilai-nilai konstitusi dalam norma, kebijakan dan putusan yang lebih kongkrit dan aplikatif.
Beberapa tafsiran penting dalam buku ini, antara lain: Pertama, Soepomo menyatakan UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan parlementer seperti konstitusi RIS. Yaitu sebuah kabinet bertanggung jawab kepada parlemen yang berbeda dengan sistem presidensiil menurut UUD Proklamasi. Bedanya dengan Konstitusi RIS, Pemerintah kesatuan dapat digulingkan karena haluannya tidak didukung parlemen dan hak Presiden untuk membubarkan Parlemen. Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR, tidak oleh MPR sebagaimana UUD Proklamasi. Arti pasal tersebut menurut Soepomo, “…dalam melaksanakan pemerintahan dan perundang-undangan negara, Pemerintah dan DPR kerja bersama-sama untuk melaksanakan kemauan rakyat”.
Kedua, Parlemen hanya terdiri satu badan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Berbeda dengan Konstitusi RIS dengan senat. Senat RIS yang semula mewakili negara-negara bagian dalam negara, tidak lagi terdapat dalam negara kesatuan. Golongan-golongan kecil masih diakomodasi, namun bukan berarti meneruskan “minoriteiten”, namun realitas golongan-golongan kecil masih ada. UUDS 1950 mengatur soal daerah yang membedakan dengan UUD yang pernah berlaku. Mengenai “daerah Negara”, Soepomo menyatakan “daerah Indonesia” menurut Pasal 2 adalah derah “Hindia Belanda” dulu, termasuk Irian. Menurutnya status keresidenan Irian tetap berlaku seraya ditentukan pasca penyerahan kedaulatan kepada RIS masalah kedudukan kenegaraan Irian diselesaikan dengan jalan perundingan RIS dan Belanda, dalam arti harus berdasar pengakuan bahwa Irian adalah bagian dari daerah Indonesia.
Ketiga, negara kesatuan tidak bersifat sentralistik, daerah Indonesia dibagi atas daerah besar dan kecil yang otonom. Otonomi akan diberikan seluas-luasnya, bahkan “medebewind” akan diberikan kepada daerah-daerah. Dasar demokrasi pemerintahan daerah adalah sebagaimana Pasal 18 UUD Proklamasi. Kedudukan swapradja bukan lagi tugas negara bagian, melainkan tugas pemerintah. UUDS 1950 mengatur kedudukan Swapradja tidak lagi berdasarkan kontrak, namun undang-undang. Perselisihan-perselisihan hukum mengenai peraturan kedudukan Swapradja tidak diaili oleh MA, akan tetapi pengadilan perdata atau alat perlengkapan lain.
Keempat, menurut Soepomo hak-hak dan kebebasan dasar serta asas-asas Konstitusi RIS dan yang sesuai dengan Universal Declaration of Human Rights (UDHR) serta sesuai hak-hak dan kebebasan yang dimuat dalam Lampiran Statuta Uni Indonesia-Belanda, dimuat dalam UUDS 1950 ini. Yang menarik, pasal 18 dan Pasal 43 tidak menegaskan apakah kebebasan agama termasuk kebebasan bertukar agama seperti Pasal 18 Konstitusi RIS. Menurutnya rumusan “Setiap orang berhak atas kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran”, cukup sempurna dalam menunjuk pengakuan kemerdakaan beragama dan kebebasan orang untuk bertukar agama. Rumusan demikian untuk menghilangkan kesan seolah-olah menganjurkan untuk perubahan agama, dan rumusan ini cukup menjamin kemerdakaan perubahan agama, tidak membatasi mengembangkan agama, dan mendidik anak-anak dalam keyakinan orang tuanya. Hak berdemonstrasi dan hak mogok seperti diatur dalam Pasal 21 UUDS 1950 dalam Konstitusi yang pernah berlaku dan UDHR-pun tidak dimuat. Menurut Soepomo, konstitusi-konstitusi yang dibentuk setelah Perang Dunia II, misalkan Konstitusi U.S.S.R (Russia) yang disahkan pada 19 Maret1946, Konstitusi Italia yang disahkan pada 22 Desember 1947 memuat hak berdemonstrasi dan hak mogok yang akhirnya diakui di UUD ini.
Kelima, UUDS 1950 mengakui fungsi sosial hak milik sebagaimana diakui dalam Pasal 153 ayat 3 Konstitusi Weimar (Jerman) 1919 dan Pasal 42 ayat 2 Konstitusi Italia 1947. Menurut Soepomo, hak milik tidak boleh digunakan atau dibiarkan merugikan masyarakat. “Eigendom” menurut Soepomo, bukan suatu “macht” tetapi suatu “sociale plicht”. Jika pemegang hak milik tidak menggunakannya untuk kepentingan umum, meskipun masyarakat menghehendaki, maka pemerintah berhak mempergunakannya untuk kepentingan umum.
Keenam, ditetapkannya jabatan Wakil Presiden sebagaimana UUD Proklamasi. Menurutnya ini adalah sebuah kompromi antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI selama konstitusi belum terbentuk yang tidak ada dalam Konstitusi RIS. Begitu juga Dewan Pertimbangan Agung (DPA) ditiadakan. Meski tanpa penjelasan resmi, menurut Soepomo tidak ada pihak yang mempertahankan DPA dan dalam praktek hidup negara Indonesia membuktikan tidak membutuhkannya.
Ketujuh, Mahkamah Agung (MA) tidak lagi hanya mengawasi pengadilan tinggi negara bagian, juga mengawasi semua pengadilan di Indonesia. MA juga mempunyai hak menyatakan undang-undang negara bagian bertentangan dengan konstitusi sebagaimana Konstitusi RIS. Kedudukan MA saat ini sebagaimana MA sesuai UUD Proklamasi.
Kedelapan, konstituante menurut Konstitusi RIS yang dibentuk dengan memperbesar DPR dan Senat dengan anggota-anggota luar biasa sebanyak jumlah anggota biasa majelis itu masing-masing, menurut UUDS 1950 akan terdiri dari sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 150.000 jiwa penduduk mempunyai seorang wakil.
Kesembilan, rancangan konstitusi yang tetap tidak perlu harus dibuat Pemerintah.
Buku ini penting dibaca untuk membedakan sistem yang dianut UUD yang pernah berlaku. Sistem ketatanegaraan pasca reformasi konstitusi kurang lengkap tanpa pengetahuan sejarah konstitusi sebelumnya. Komentar versi Sopomo perlu dilengkapi karya-karya lain, misalkan buku-buku Soekarno, Hatta, Yamin, Wolhof, Soenarko, Assat, Budisusetya, Pringgodigdo dan lain sebagainya. Karya Soepomo ini menarik karena meski bersifat sementara adalah penyempurnaan dua UUD sebelumnya dan menandai kembalinya kepada UUD Proklamasi.
*Redaktur Majalah Konstitusi
Sumber: Majalah Konstitusi No. 27 Maret 2009
berita ini atau informasi ini sangat menarik untuk dibaca,dipahami,dan dipelajari daan ada satu pengumuman lagi nich jika ada yang mau bertanya,tanyalah pada saya kan saya pintar
Pengumaman apa pak?
Kok menjadi pintar-pintaran,
Yang pasti pintar adalah penulis buku ini.
Tulisan ini cuma resensi buku saja.
Karena tempat terbatas, jadi hanya menyampaikan isi buku.
Mohon kritik dan sarannya….
Thx
terima kasih atas infonya.,.,.,.,.
sama-sama…
thx juga…
uud 1950 tentang penetapan lagu indonesia raya sebagai lagu kebangsaan tu yang mana yaaaaaaaaa?
“Indonesia Raya” ditetapkan sebagai lagu kebangsaan pertama kali di dalam Pasal 3 Ayat (2) Konstitusi RIS.
Dengan perubahan bentuk negara dari Federal ke Unitaris, maka materi-materi konstitusi sebelumnya diambil alih ke UUDS 1950, termasuk Pasal 3 Ayat 2 UUDS 1950, kecuali terkait bentuk negara.
Mengenai pengaturan lebih lanjut lagu kebangsaan dan penggunaannya pasca ditetapkan UUDS 1950, kalau tidak salah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958.
Sedangkan di dalam UUD 1945 hanya mencamtumkan bendera dan bahasa negara saja.
Dua konstitusi kita tersebut sebenarnya lebih lengkap, dan UUS 1950 mestinya penyempurnaan dari sebelumnya.
Saat amandemen konstitusi (1999-2002), soal lagu kebangsaan ditetapkan kembali dalam Pasal 36B Perubahan Kedua UUD 1945.
Semoga membantu.
Mohon maaf terlambat balasnya.
Salam,
saaankyuu banget yuaaaa :))
info na udah cukup bwt saya
tapi masih ada yg kurang sih
iya, maaf kalau kurang lengkap tulisan ini,
karena tulisan ini berasal dari rubrik “pustaka klasik” majalah yang ruangnya sangat terbatas.
Tapi insyaalllah kalau ada waktu banyak, nanti buku2 Soepomo yang lain kuresensi di blogku ini.
Thx ya…
bagaimana kedudukan hukum adat dalam UUDS 1950?Mohon penjelasannya….
kelebihan dan kekurangan nya sendiri itu apa di dalam penerapan sebuah UUDS 1950 ?
[…] Membaca Ulang UUDS 1950 Versi Soepomo […]
indonesia merdeka hore aku senang
tolong di tampilkan semua isi uuds, terutama tentang koperasi di indonesia
sebutin donk bunyi pasal 120 UUDS 1950
Klo penjelasan rsmi yg dibuat oleh prof. Soepomo tntang UUD 1945 apa sihh??? Mohonnn penjelasanya please!!!!
Waktu UUD 1945 dibahas oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, konstitusi kita tidak dibayangkan memiliki penjelasan, karena yang dibahas adalah preambule (Pembukaan) dan batang tubuh.
Nah, UUD 1945 yang berlaku sejak 18 Agustus itu, baru beberapa bulan kemudian dimuat dalam Berita Republik Indonesia (BRI) Tahun II (Tahun 1946) No.7 dengan memiliki penjelasannya. Memang timbul perdebatan apakah penjelasan ini sah atau tidak, karena tidak pernah dibahas dan disahkan oleh penyusun konstitusi. Penjelasan UUD 1945 ini menurut beberapa orang dibuat Soepomo, memang ia menteri kehakiman saat itu. Dari sisi isinya memiliki kemiripan dengan apa yang disampaikan oleh Soepomo pada sidang BPUPK.
Setelah sempat berlakunya UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali dengan Dekrit Presiden sejak 5 Juli 1959 berdasarkan Keppres No.150 Tahun 1959 yang dimuat dalam LN Tahun 1959 No.75, meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya bersama-sama dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimuat dalam Lembaran Negara sebagai tempat pengundangan resmi.
Yang dimaksud penjelasan resmi UUD 1945 itu adalah penjelasan yang dibuat Soepomo itu. Memang selama praktik sangat membantu dengan konstitusi kita yang sangat singkat. Penjelasan ini menjadi rujukan mengetahui makna pasal-pasal yang kadang penafsiran konstitusi dibutuhkan untuk mengetahui maksud pembentuk konstitusi dll. Tetapi penjelasan ini memiliki masalah juga di mana isinya ada yang keluar dari makna dan prinsip konstitusi dalam batang tubuhnya. Pada saat pembahasan amandemen konstitusi (1999-2002) akhirnya diputuskan oleh MPR bahwa UUD 1945 tidak memiliki penjelasan. UUD 1945 hanya terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Penjelasan saat ini hanya bermakna historis saja.
Terima kasih mampir ke blog ini ya. Salam. MH